sekedartulisansendiri

By Nayla Nuha - Desember 23, 2013

Terkadang saya iri dengan kalian
Kalian yang dengan mudah dan biasa mengatakan apa yang kalian rasakan
Kalian mudah bercerita tentang hidup kalian, perasaan hati kalian dan pikiran kalian

Saya ingat seseorang yang tengah menceritakan perasaan hatinya, lalu dia balik mengatakan kepada saya kenapa saya tidak pernah bercerita apa yang saya rasakan. Hehe.. saya harus bilang apa ._.

Kalian masih beruntung dibandingkan saya
seorang yang selalu sulit mengatakan apa yang sebenarnya saya rasakan, sulit mengatakan berbagai argumen dan kata-kata yang berterbangan di pikiran-pikiran. Saat jalan-jalan dilalui, atau menatap langit didepan. Saya tidak tahu, kata-kata selalu mengalir saja, tanpa tujuan, tanpa maksud. Cuma terdengar seperti keindahan. Keindahan yang tidak pernah bisa dikatakan

Ketika saya memutuskan bergelut dengan buku dan pensil, setelah banyak membaca. Membuat karakter imajinasi sendiri. Cerita-cerita dongeng dan menggambarnya. Saya mulai menemukan dunia saya. Dunia yang penuh dengan dongen-dongeng bahagia. Dunia yang tidak lagi mau menapakkan kakinya berjalan bersama orang lain. Dunia yang menyuruhku duduk tenang ditengah keheningan kelas.

Lalu, semuanya akhirnya menjadi berjalan seperti ini saja. Saya seperti tidak mengenal siapapun. Saya seperti tidak pernah peduli atau dipedulikan. Dan saya merasa mereka memang memandang saya aneh.

Ketika saya mulai memutuskan membaca puisi-puisi, lalu mencoba menulisnya seperti lirik lagu, saya tidak lagi bebas berimajinasi tentang dongeng-dongeng. Lebih tepatnya saya memasuki fiksi yang sedikit nyata. Cerita-cerita yang ditulis tidak pernah masuk akal dan itu hanya menjadi suapan diri sendiri. Saya malu ketika harus mengungkapkan isi cerita saya kepada orang lain, takut untuk menceritakannya dan takut untuk menjadi seorang kritikus dengan perkataan langsung.

Jadi, ketika saya membaca banyak cerita yang penulisnya terkenal, atau penulisnya adalah orang-orang dekat yang saya kenal. Saya sebatas membacanya dan menangkap maksud dengan pemahaman saya. Saya tidak berani berkata-kata, paling hanya berkata 'bagus' dan 'kurang bagus', karena mungkin asumsi saya akan berbeda dengan penulis. Yah, mungkin begitulah karya-karya saya yang terbengkelai, selalu mentok mengakhiri prolog tanpa ada klimaks dan epilog.

Saya terlalu takut menjadi salah, dan saya terlalu malu untuk dianggap sebagai orang yang sok mengerti padahal tidak mengerti.

Tapi kadangkala, kita harus jadi orang lain untuk orang lain..
Setelah itu saya akan bertanya, seperti apa saya sebenarnya? Sampai sejauh mana orang lain akan mengganggap kita wajar sebagai diri kita. Jika diri kita tidak pernah menunjukkan hal-hal hebat nan biasa yang kebanyakan orang lain lakukan. Saya tidak mengerti, sejauh mana karakter diri dengan apa yang mereka sebut diri sendiri ...

Oke, jadi bisakah kau membantuku untuk bisa mengungkapkan apa yang dirasakan?
Apakah saya sudah menjadi pembohong ulung? Bahkan ketika saya harus menangis, saya lupa cara menangis...

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar