perahu kecil

By Nayla Nuha - November 09, 2013

Selamat pagi; apa kabar hari ini?
Saya masih mengingat obrolan kami yang lagi-lagi menyangkut tentang diri, pertanyaan-pertanyaan, obrolan tentang masa depan, obrolan tentang kebuntuan harapan dan perasaan.

Saya masih mengingat pertanyaannya, "perasaan kamu itu bisa dideskripsikan gak sih?" 
Ya. Akhirnya saya tahu persis mengarah kearah mana pertanyaan itu. Iya, kadang saya bertanya-tanya. Sampai kapan? Sampai Allah memberi kami waktu untuk terus bersamasama.

Lalu kita berbincang tentang harapan-harapan yang tidak pernah terpenuhi. Terjebak dalam jalan-jalan tanpa tujuan. Tidak lagi mengetahui jati diri. Acuh tak acuh pada hidup masing-masing. Beginilah.. Kadang memang keputusasaan, eh tepatnya kehampaan bermuara mengikuti aliran air. Hendak mengalir kemana, itulah jalannya.

Karena sebenarnya hati-hati, harapan dan mimpi-mimpi yang rapuh sudah memenuhi seluruh catatan-catatan. Peduli tidak peduli. Mungkin jalan didepan ada yang membelokkannya, meluruskannya atau membuatnya utuh kembali. Ah utuh kembali? Sepertinya tidak.

Harapan yang disematkan sepanjang tahun, sepanjang musim berganti, tapi tidak juga terpenuhi, atau barangkali memang tidak pernah terpenuhi, bahkan untuk waktu yang panjang yang kita sendiri tidak tahu sepanjang apa harus menempati ruang tunggu.

Saat kita akan melupakannya; entah itu cita-cita, target tahunan, bahkan target-target yang sudah kita susun bertahun-tahun lalu. Melupakan semua harapannya. Satu persatu dari mereka bertanya; Kapan terbit? Katanya mau bikin bla .. bla.. Jadi mau nyari kapan? sudah ada calonnya?  Sudah dapat tempatnya? Bagaimana nilainya? Jadi ikut ujiannya kan? 
Ah, apapula rencana-rencana itu. Sekarang sudah jadi begini bukan? Siapa yang peduli jika harapan-harapan itu tidak berpihak lagi?

Kenapa? Karena harapan itu terlalu besar untuk jadi kenyataan. 
Ada dua sisi dari harapan; nyata dan menyakitkan.
Seperti kamu mengharapkan sayap peri di buku-buku dongeng, yang masuk ke dalam dunia khayal kekanak-kanakanmu.

Jadi, mungkin ini yang terbaik. Anggap saja ini seperti menutup luka yang menyakitkan
Mungkin kita perlu menyiapkan perahu kecil untuk mengikuti air mengalir, tapi kita tidak bisa mendapatkan gayuhnya. Air tidak pernah kembali. 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar