Cerita dan Teman

By Nayla Nuha - Februari 08, 2014

Akhir-akhir ini saya memperhatikan seseorang.
Yang masih sama, datang dan pergi diam-diam. Datang terlambat dan kadang pergi dengan cepat atau paling terakhir.

Tentang banyak ia bercerita. Tentang banyak pertanyaan yang dilontarkan atau obrolan yang dimulai. Yah, setidaknya saya tahu sekarang kamu sedikit demi sedikit punya banyak kesempatan. *apadeh

Hampir seminggu ada di Jakarta. Untuk minggu pertama kuliah yang ngegaje. Dari hari senin yang normal-normal aja, Selasa yang ngenes karena kejebak 'php' di tol, Rabu yang akhirnya bisa ngerasain kebanjiran di Kampus sendiri, padahal kuliah cuma satu dan pagi hari dan akhirnya kuliah diliburkan. Kamis yang akhirnya kuliah berjalan amat sangat normal dan mulai merasa 'gue kembali di dunia menyeramkan ini' dan akhirnya sampai pada Jumat yang membuat saya berpikir tentang sastra, bertanya-tanya dalam hati dan akhirnya punya alasan dari pertanyaan dan pernyataan tentang Guru.

'Kenapa kadang-kadang saya tidak menyukai guru, saya tidak menyukai profesi guru, dan saya tidak suka dunia ngajar-mengajar' Sesaat pagi tadi saya tidak lagi punya alasan untuk menyukai 'pengajar' ini. Padahal dulu saya begitu takjub mengagumi. Tapi setelah saya mendapat tamparan amat halus, akhirnya saya menyadari ada sedikit rasa tidak suka dan yah.. kadangkala guru itu mengajarkan sesuatu kepada muridnya seenaknya. Memberikan nilai seenaknya. Padahal yang saya pelajari di bangku perkuliahan menjadi seorang guru itu perlu mengerti murid-muridnya. Ah, ini hanya anggapan egois seorang saya kok ._.v  

Terlebih ketika dia menyinggung soal 'dunia imajinasi' Seketika saya ingat perkataan ibu saya, adik saya, guru saya dan bahkan akan banyak orang-orang yang menyinggung 'imajinasi'. Seseorang yang cenderung memandang pada satu sisi. Dan sisi itu cenderung kaku, tidak keren dan monoton *kok gue jadi kaya kritikus*

Semua orang punya kadar imajinasi masing-masing, dan harusnya apresiasi Imajinasi itu tidak terbatas. *sotoy

Oke, cukuplah masalah guru mengajar dan imajinasi serta antek-antek yang bisa menimbulkan perpecahan. Padahal saya ini cuma orang biasa yang kadang menulis dan beranggapan dengan kesoktahuannya pada sebuah masalah. Bukan, semua yang saya katakan bukan berarti benar dan pasti amat salah banget *makanya saya nulis disini*

Ada suatu sore yang pada akhirnya membuka obrolan dengan seorang teman. Ya, duduk di tempat yang sudah lama tidak disinggahi, menikmati keadaan kampus yang perlahan-lahan lenggang. Menyadari banyak hal dan mungkin bisa menguatkan diri untuk bertahan pada posisi seperti ini. Saya tahu saya sudah terlalu banyak mengabaikan sesuatu. Sesuatu yang pertama kali saya tidak menyadari sebagai pagar pembatas, sesuatu yang pada akhirnya membuat anggapan bahwa saya begitu hidup dengan aturan orang lain. Bukan aturan yang saya pegang sendiri dan jauh dari keinginan saya.

dan mungkin suatu saat yang berbeda, dengan keadaan yang berbeda, kita masih bisa punya waktu luang untuk saling memahami dan mengerti, pun mencari jawaban-jawaban yang kita sendiri bertanya-tanya. Mengungkapkan isi hati tentang orang-orang sekitar atau tentang diri kita masing-masing.

... Meskipun rasanya masih ada satu dinding pembatas yang tidak bisa saya tembus. Setidaknya kalian bisa lebih daripada saya, setidaknya kalian lebih hebat untuk menghadapi hidup seperti ini. Mungkin saya akan mencobanya perlahan-lahan, membuang banyak rasa takut. Ya, sejak awal mulai kehidupan ini saya sudah mencobanya perlahan-lahan. Membuat senyaman mungkin hidup, belajar menyugesti diri setelah saya sadar, saya pernah tersugesti begitu hebat *sampe naek panggung*, belajar memahami orang lain, memberi pendapat, mengungkapkan perasaan hati. Ah ya begitu sebagai layaknya manusia normal.

Hey, bolehkan saya terus bercerita? ah, rasanya ingin juga bercerita seperti seorang yang banyak omong. Haha


^
pada akhirnya tulisan blog sama judul gak nyambung dan gak fokus sama sekali ._.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar