"Ramaaaa" suara seorang ibu dikejauhan. Aku tidak terlalu memperdulikan, mungkin ibu itu sedang memanggil anak-anak lain. Tapi, tidak ada anak lain selain mereka berdua. Kamu menoleh ke belakang, lalu berseru.
"Hey, jadi namamu itu Lama atau Rama?" aku membuatnya menoleh lagi padaku.
Kamu nyengir sambil berusaha bilang, "Namaku Lama.." ah, terdengar sama saja, membuat kami tertawa.
---------
Aku memicingkan pandangan pada hamparan lautan yang ombaknya beraturan. Ada kapal-kapal kecil yang hendak menepi. Mungkin ini masih terlalu pagi untuk menikmati matahari di tepi lautan. Aku tidak pernah minat untuk berenang, melebur bersama ombaknya. Lebih tenang begini, duduk diatas batu, berjalan di darmaga dan menikmati angin. Sesekali aku menggambar diatas buku sketsaku. Tapi, setiap kali menggambar yang kuingat akhir-akhir ini malah Rama.
Sudah 15 tahun rupanya. Tak terasa ya, aku mampu bertahan dengan perasaan ini 15 tahun lamanya. Harusnya diusiaku sekarang aku sudah punya kesibukan mengurusi rumah tangga atau seorang anak kecil? Ah, itu cuma mimpi yang belum terlaksana. Mungkin sehabis pulang dari perjalanan ini aku akan menyetujui pertunangan yang ditawarkan ibu. Atau malah tidak.
Hari ini ulang tahun nenek. Aku pergi kesini, kuburan nenek yang dipindah dekat lautan. Sekedar ingin mengucap selamat ulang tahun. Membawakannya bunga kesukaannya, meski tak bisa lagi kita petik di bukit indah itu. Untungnya kutemui sebuah toko bunga yang antik yang menjual bunga kesukaan nenek. Kuburan nenek berganti-ganti tahun tidak lagi pernah terawat. Apakah kamu tidak pernah mengunjunginya? Barang satu tahun sekali. Aku harus menghabiskan sedikit waktuku untuk membersihkan ini. Tidak jadi terburu-buru, bahkan akhirnya aku memutuskan untuk menikmati seharian penuh di kota ini. Barangkali aku bisa melupakanmu.
"Rama, kamu tahu kenapa nenek menyukai bunga itu?" Nenek bertanya diatas kursinya sambil meletakkan tongkatnya disamping jendela. Jendela yang sering ditatap Nenek. Menatap kami, manatap bukit yang penuh dengan bunga-bunga juga menatap matahari pagi.
Kamu menggeleng. Aku mendengar pertanyaan nenek sambil mengganti air pot.
Dulu kami sangat hati-hati memegang pot nenek. Besar, takut pecah. Tapi nenek tidak pernah melarang kami untuk menyentuhkan, hanya saja nenek mewanti-wanti harus hati-hati.
".. Karena bunga itu hadiah pertama kakek kepada nenek"
Kamu takjub, lalu menoleh kearahku, memandang bunga untuk nenek sambil tersenyum manis. Apa maksudnya? Aku malah tersipu dan cepat-cepat mengambil bunganya untuk kutaruh di pot.
Nenek tidak lagi bisa berjalan, ia sudah amat tua. Terlebih ketika Kakek pergi meninggalkannya 3 tahun silam. Aku mendengar ceritamu setiap kali kita bertemu. Untuk itu aku selalu menyukai bunga yang kucari berdua, cerita-cerita nenek dan Kamu.
Tapi ada satu hal yang membuat semuanya berubah. Kebakaran. Kita berdua ada di tempat kejadian waktu itu. Ada sebuah rumah kecil yang menjual makanan-makanan ringan, mereka sebut itu Cafe. Pemiliknya adalah seorang pendatang dari Belanda yang akhirnya memutuskan untuk tinggal dan menetap di Indonesia. Kita tahu betul siapa laki-laki Belanda itu, karena Tante Ter, nama lengkapnya Tante Terra adalah istri dari Laki-laki Belanda yang kami panggil Om Pad. Suatu siang mereka bertengkar hebat, ketika sedang memasak Barbeque di depan rumah kecil mereka. Disana ada aku dan kamu. Kita sedang menunggu makan siang bersama sebagai hadiah ulangtahun pernikahan mereka. Mereka belum punya anak ataupun sanak saudara.
Aku tidak tahu persis apa yang terjadi, yang kuingat, kamu menarik tanganku untuk bangun dari kursi kayu berwarna putih nan indah itu. Ada api yang menjalar dari kompor yang sedang dipanaskan. Aku tidak sengaja menyenggol sesuatu persis di sebelahku karena kaget. Kontan ingin aku perbaiki barang yang kusandung, kamu melarangku, menyuruhku cepat pergi. Akhirnya langkah kakimu maju semakin jauh dariku. Mungkin kamu takut, dan mungkin aku tidak menyadarinya.
Tante Ter berteriak histeris, setelah tahu yang kusenggol sampai tumpah dan mengalir jauh adalah drigen minyak tanah. Om Pad segera menarikku, membiarkan minyak itu mengalir sampai tengah-tengah bukit. Sejenak aku menarik napas, tanganku panas, udara disekitarku panas. Aku Cuma mendengar Tante Pad menangis sambil mengatakan, “I’m Sorry dear, I’m sorry” dan Om Pad yang mengumpat diri seraya berlari menggendongku.
Semua terasa begitu cepat. Aku bangun dan mendapatimu duduk disampingku. Sambil menangis dipangkuan ibumu. Ada ibuku yang berseru sambil menangis. Aku mendapati semuanya disini. Kecuali Om Pad.
Dari dalam aku mendengar ayahku setengah berbisik jengkel. Mungkin dengan Om Pad dan para bapak lainnya. Setelah itu aku tidak pernah lagi melihat Om Pad dan Tante Ter. Juga ibu melarangku untuk bermain di bukit lagi.
Setelah tahun berganti tahun, ketika kita mulai beranjak dewasa. Bukit sudah terlupakan dan Nenek sudah menyusul Kakek dengan bahagia. Kita menjadi berjarak. Tidak ada cerita bukit pun bunga, dan aku mendapati pesan dari Ibu bahwa kamu akan pergi. Tanpa pamit. Sudah, selebihnya aku menenggelamkanmu dalam ingatan-ingatan yang sedang kukunci erat. Pada saatnya aku berani membukanya lagi.
Mungkin sekedar rasa-rasaku
atau terkaan-terkaan yang seharusnya tidak kukatakan
ya, ini mungkin sekedar ketidaktahuaan
tentang jarak kita yang semakin berjarak
aku seperti tidak memahamimu,
ada dinding yang sedang kau bangun perlahan-lahan disampingku..
apakah aku ini benar-benar tidak pantas, untuk sekedar bertanya,
kenapa?
#Februari 2014,
Maaf, saya sering tak sadar menyakiti perasaan. Mungkin saya terlalu egois.. ya..
/ ada mimpi yg seperti nyata. Semoga menyesakkannya cuma di mimpi. Sungguh semalam aku tidak bisa tidur nyenyak. Ada sesuatu yg dipaksakan harus selesai. Tapi juga jadi menunggu satu jam sampai akhrnya mata memasrahkan diri untuk terpejam, melihat mimpi..
Hari ini saya mencoba menikmati hidup di hari ini. Mulai dari keliru membuat oprec, lalu berlari bersama hujan, menunggu kendaraan kotak ditengah kemacetan kota yang katanya nan asri dan sejuk, mengedit banner ditengah kejenuhan jalanan, menikmati angin kendaraan yang dingin, sampai pasrah pada kotak-kotak digit jam yang terus berjalan.
Kemudian saya kena absen, walau masuk kelas. Kemudian beribu-ribu tanya yg tersimpan seperti hilang karena banyak suara-suara dan orang-orang. Ingin menikmati hidup dan mengganggap biasa saja ternyata tidak mudah ya..
Rasanya saya mau acuh tak acuh pada kehendak hati sendiri, tapi tidak bisa. Sore ini saya jengkel, entahlah.. Menjadi benci pada orang-orang yang takut pada aturan manusia dan menyusahkan diri. Ah, biarlah, saya hanya cukup untuk tidak peduli pada pemikiran-pemikiran liar yang tak pernah dianggap wajar ini.
dan akhirnya saya mengerti. Saya memang akan terus dianggap seperti ini; tidak punya peran, tidak pernah punya pengaruh, dan tidak ada yg percaya pada jalan-jalan saya. Pada akhirnya tidak dihargai dan yah.. selebihnya, terimalah diri dihadapan orang-orang yg terlihat egois haha
dan ditengah-tengah kejengkelan ini, saya menemukan link ini. Judulnya abaikan saja, mungkin bisa diganti jadi 'pasangan hidup'
http//kaskus.co.id/post/530ace57a4cb17e9228b4819#post530ace57a4cb17e9228b4819
Walaupun ini cuma opini si kaskuser, dalam banyak hal saya membenarkan. Tapi sayangnya saya gapernah bisa dapet gelar Desain Grafis sungguhan.
Dan saya sedang berusaha untuk bungkam. Melatih diri untuk mematok kritik yg tidak menjatuhkan. Karena jujur, saya belum banyak belajar beretika, atau mengeluarkan pendapat haha -memalukan.. padahal kalau kritik yg langsung dikerjakan saat kerjaan orang lain jelek itu lebih menyakitkan ya.. dan menjatuhkan mental mereka...
Oke, selamat hari selasa!
Saya masih ingin mencari celah penghilang bad mood ini. Semoga teman sekamar ga bikin bad mood juga .-.
Saya duduk dibawah, lesehan dengan kaki menekuk. Duduk sambil senderan penyangga kursi dan disamping kaca pintu yang besar itu. Lalu saya mengeluarkan sebuah buku dan menyalakan lagu *karena lagu yang disetel lagu alay ._.
Saya mulai lagi membaca, halaman 8 dari novel setebal 500 halaman: Partikel.
Akhirnya saya berhasil membuka novel ini setelah 3 hari ada ditangan, dan dibawa-bawa kemana pun. Kenapa novel ini hidup? Karena penulisnya masih hidup /plak *bukan~ Karena novel-novel Dee isinya emang hidup semua. Partikel adalah serial lanjutan dari Petir. Setelah Petir sempurna membawa dunia saya pada dunia sains fisika-listrik dan keanehan macam dunia-dunia gaib, Partikel membawa saya pada dunia sains-biologi. Percakapan blasteran, percakapan ilmiah, percakapan-percakapan agama, juga tulisan-tulisan ilmiah macam nama latin tanaman dan sejenisnya.
Yang tidak pernah bisa dihindari itu, adalah tidak menyadarinya halaman yang sudah dibaca. Tahu-tahu sudah sampai halaman 300-an, dan tahu-tahu saya baru nyadar kalau saya hanya sedang membaca. Perjalanan pulang itu seperti membawa saya jalan-jalan. Melihat Zarah, melihat Ayah Zarah yang dianggapnya Dewa, Melihat Bukit Jambul, ataupun membayangkan dimensi lain sejenis alien dan aliran-aliran ateisme. Saya jadi tahu betul, bagaimana alur pemikiran Dee, yang katanya dia sudah banyak melalang buana menghampiri berbagai agama, saya juga gak tau sekarag beliau agamanya apa. Tapi yang pasti, dalam kedua novel serialnya yang saya baca dan sedang dibaca, ia memasukkan macam agama dalam alurnya. *eh kok jadi kaya ngebedah novel -_-
Tepat sekali, pulang ke Bogor dan membaca novel berlatar Bogor. Saya malah membayangkan Bogor jaman dulu, seperti alur cerita ini. Bogor yang masih banyak pohon, kabut dan ah ya tentu saja begitu lembab. Dalam kotak kendaraan ini juga dingin, tapi itu disebabkan AC, diluar juga hujan, tapi banyak sekali kendaraan dan macet *bisa dibayangkan udara apa yang kita hirup*
Setelah menyadari betapa lamanya saya tertunduk, sambil tertawa kecil, menahan sesak dan terheran. Saya melongo ke kaca jendela, sudah malam rupanya. Gelap. dan ini dimana? Serentak bayangan bogor nan asri dan lembab laksana hutan hujan itu sirna. Hey, this real Bogor! Jalan raya, macet, cahaya lampu dan ah hujan... :') Tapi saya tetap tidak ingat ini udah sampai mana T-T Sampai pada akhirnya saya mencari-cari plang bangunan, dan memasang telinga untuk mendengarkan abang-abang kondektur berteriak-teriak meneriaki tempat tujuan akhir. Sebentar lagi turun rupanya..
Setelah mengucap salam perpisahan kepada seorang adik kelas yang kalau ketemu ndak pernah nyapa atau senyum dan saya juga jadi males buat nyapanya. Tapi pada akhirnya saya berhasil melancarkan misi untuk menegurnya walapun cuma pamitan XD wkwk
Turun kendaraan dengan perasaan senang, sambil tiba-tiba terputar lagu Aishiteru-nya Momaji.
Nyebrang jalan dengan bahagia, lalu.. saya tidak menemukan ojek. Lihat baterai sekarat, coba nelpon gak ada yang nyambung dan eng ing eng... baterai hp kosong melompong, tapi lagu masih nyala. Beberapa menit akhirnya saya memutuskan untuk jalan kaki, sedikit was-was dan takut.
Seketika kaki langsung dingin, jalanan jadi berkabut. Saya putar lagi musik di hp. Jalanan sepi sekali, kanan-kiri cuma kebun tanpa lampu ._. ah bukannya dulu pernah biasa seperti ini..
Lalu, beberapa rumah terlewati, tapi lebih banyak kebun dan jalan terjal kebawah. Licin, sehabis hujan, komat-kamit dalam hati, semoga ndak kepeleset. Rumah-rumah besar banyak yang kosong, atau pemiliknya belum pulang. Beberapa motor lewat, dan pasti ini bukan tukang ojek. Dan akhirnya yatta~ Saya sudah dekat dengan rumah berpagar hitam didepan tower. Membuka pintu pagar, lalu splash... masuk mengucap salam sambil bilang "Jalan kaki bu.."
Okey, ini malam yang panjang :v
Tapi akhirnya saya bisa pulang kerumah haha..
Lalu saya tepar.. masih banyak agenda yang harus dijadwalkan dan dipertimbangkan. Hampir setiap sore agenda rapat menunggu. Banyak sekali rupanya. Lalu saya hampir lupa harus menyiapkan KKL ke Malaysia. Males sebenernya, tapi apa boleh buat. Untuk background orang yang terjadwal, memikirkan hari esok sepertinya selalu membikin was-was haha
Selamat rehat :D
sudah hampir pagi rupanya.
bukankah kamu harus menyambut matahari esok?
Tidakkah lelah?
Ah, mungkin kamu menunggu sesuatu yang tidak merasa ditunggu..
Mungkin esok dia datang bawa alasan,
Rasanya baru tadi siang aku tersenyum membaca pesan singkatmu yang penuh khawatir,
sekali dua kali, bahkan tiga kali anakmu ini memang perlu nyasar, walaupun itu sebenarnya memalukan untuk seorang gadis seusiaku. Tapi apa boleh buat? Keberanian itu bukannya kau yang selalu tuntut? Mungkin nanti setelah nyasar berulang kali, aku bisa membawamu berjalan-jalan keliling-keliling kota tetangga.
Hai buk, apa kabarnya?
Pasti ibu sudah lelah dan tidur di ranjang yang nyaman itu. Istirahatlah.. Aku tahu seorang ibu yang hebat punya banyak cerita dimana-mana. Luar biasa..
Kadangkala ketika ada rindu yang membuncah di tempat yang jauh, aku selalu mengingat semuanya tentangmu yang selalu kukagumi, meski kita selalu menjadi musuh dan kadangkala menjengkelkan.
Jika jarak menjadi jauh, ada kepingan-kepingan rindu yang tersimpan dan membuatku ingin menangis. Meski malu berucap "aku mencintaimu" lalu memelukmu erat. Ada ego yang tidak pernah roboh diantara kita bukan? Tapi aku ingin selalu mencobanya, meski akhirnya aku cuma diam dan menahan sesak di dada dengan banyak penyesalan dan bayangan-bayangan ketakutan yang menghantuiku tiba-tiba
Hai buk, apa kabarnya?
Aku lupa minum obat lagi sesuai jadwal yang ibu berikan. Maafkan aku buk, aku juga telat makan karena waktu tidak memberitahuku bahwa hari mulai petang; juga kesulitan mencari air dan makanan di perjalanan pulang.
Hai buk, apa kabarnya?
tiba-tiba aku teringat air wajahmu saat datang membuka pintu, mengucap salam dan memberikan senyum bahagia. Selalu ingin mencium tanganmu sebagai bukti bakti dan cinta padamu. Lalu, ibu akan duduk dikursi ruang tamu sambil merebahkan kaki, kadang meminta segelas air hangat atau mengisi baterai handphone yang selalu membuatmu mematung memencet tuts-tutsnya.
Hai buk, apa kabarnya?
Semoga Allah selalu melindungimu :)
Ketika jauh, kita sering berbicara rindu.. Bertanya keseharian yang bahkan sekarang aku menjadi rindu. Tapi ini sudah larut malam bukan? dan pasti aku akan dimarahi habis-habisan kalau ketahuan masih bermain dengan tulisan-tulisan ini.
Hai buk,
Aku selalu ingin bertanya, bagaimana caranya ibu bisa selalu memasang wajah sebegitu bahagianya? Bahkan ketika ibu marah, yang keluar cuma omel-omelan tentang kesalahan kami dan bukan perasaan hatimu. Ketika ayah sering menyebalkan, atau ketika ibu menangis diam-diam. Pada siapa ibu sering bercerita? Bukankah setiap orang butuh orang lain untuk mendengarkan ceritamu? Atau jangan-jangan ibu punya dunia seperti aku, bercerita di bawah langit malam sambil menanti lukisan bintang *ah ini ngaco*
Ibu, aku tahu ada banyak ketakutan-ketakutan untuk banyak kehilangan. Perlahan-lahan kami sudah dewasa, lalu pergi. Tapi ketika pulang, kami kembali seperti anak-anak kecil yang masih minta disuapi dengan manja, atau bercerita panjang-lebar tentang dunia-dunia yang sering ibu sarankan untuk kami jelajahi.
Lalu, aku ingat lagi tentang video yang pernah ibu kirim. Aku menontonnya lalu ingat ibu, lalu aku menangis di depan pintu kamar. Lalu mengirimkan kata-kata cinta yang tidak pernah ingin kubuat picisan. Sungguh, cinta ibu pada anaknya itu begitu indah. Tidak ada yang terkamuflase. Dari kalimat-kalimat nasihat yang sering kuanggap itu omelan, atau kalimat-kalimat sayang yang sering kuanggap cacian...
Bagaimana pun, disamping ketidak sukaan yang kadangkala muncul, aku tetap ingin mencintaimu dan ibu selalu mencoba memperlihatkan rasa cinta untuk anak-anaknya dengan cara Ibu.
Ya, mungkin begini rasanya. Semakin bertambah tingkatan, ketika berkurang terus menerus usia kita, ketika doa yang semoga tidak pernah terhenti dan selalu khusyu di saat-saat Allah meng'ijabah' doa kita, Allah perlahan-lahan menuntun kita pada jalan-jalan yang telah disusunnya begitu indah. Jalan yang tidak pernah mudah dan jalan yang perlu perjuangan. Sebab Allah mencintai kita,
Ada banyak hal yang dilalui, setelah dipilihkan Jalan ini. Jalan yang masih butuh banyak perjuangan dan perbaikan diri. Ternyata bukan ibu saya saja yang merasa saya tidak cukup 'berubah' atau perubahan saya ini terlalu lama. Ya, begitulah. Allah mungkin juga ingin saya berubah dengan cara-caranya. Siapa yang kenal saya 8 tahun lalu? Saya tidak lagi seperti itu. Mungkin ada banyak ketidaksukaan atau ketidakterimaan. Tapi siapa lagi yang peduli, ketika kita bisa menempatkan diri di lingkungan yang jauh dari masa lalu? *ngomong apasih*
Yak, pada akhirnya saya menemukan suatu tempat untuk memantaskan diri. Semoga selalu diberi kekuatan dan kemudahan T^T
dan semoga dalam merajut ukhuwah-ukhuwah yang baru, ada banyak cerita dan kebersamaan dalam lingkaran bernama Keluarga.
Ayooook~ Ganbatte nay-chan ^^ *akhirnya saya ingat, saya sering menyemangati diri sendiri XD
dan mengharuskan aku untuk menerka perkataanmu yang tiba-tiba
;selalu penuh diksi
aku cuma sedang bertanya-tanya, pada tahun yang terus membuat kita berubah; semoga ada yang tidak berubah
Bolehlah aku sedikit jujur benar-benar
tidak ada yang lain melebihi kamu
dalam jarak waktu yang tidaklah sebentar
dan mungkin ini adalah jawaban-jawaban atas banyak pertanyaan
yang selalu buat kepalaku ingin meledak
apa kamu tengah mengujiku dengan tanggal yang lama-lama seperti kau jumlah-jumlahkan?
#Februari 2014
Tapi kalau melakukan pekerjaan yang sedang dikesampingkan seperti menggambar, latihan bikin komik, ngedesain dan tiba-tiba ingin merambah dunia animasi, kayanya itu gak bisa disebut sampingan, dan secara tidak langsung bobot prioritas melesat jauh melampaui hal-hal yang harusnya menjadi pekerjaan utama.
Jadi kuncinya adalah *jeng jeng...
Mau tak mau harus menekuni, dan ketika harus menekuni lalu kamu merasa terlambat. Satu-satunya cara adalah meninggalkannya *ohok /batukbatukdarah
saya gak relaaaaa~
*ambil buku. Baca, ga ngerti? Baca lagi. Ga ngerti? Mati aja lah ..
Sejatinya Allah yang menilai pekerjaan dari amanah-amanah yang dipercayakan, bukan cibiran manusia yang terkesan menjatuhkan, atau tertawa mereka yang semakin memojokkan.
Kan saya sudah pernah memberikan pernyataan; masih lebih baik diam dan tdk bekerja daripada banyak omong tp tdak bekerja,
yah, sejatinya, nilai yg harus diperhatikan itu nilainya Allah, bukan semata nilai yg cuma dijadikan formal oleh manusia.
Saya sih sudah bisa menerka, apa yang selama ini kalian pikir, dan saya memang merasa bukan bagian dari keluarga yang dipaksa jadi keluarga :')
Setidaknya ada hasil atas kerja-kerja yang nyata. Tidak banyak omong dan mejeng nama atas kepopularitas semata.
Sekian...
/tiba-tiba ingat cerita seorang teman, tentang hari dimana saya akhrnya benar-benar tidak datang...
Oha..
cih, seharusnya tidak perlu tau..
tapi.. apa daya malah tau sendiri, diterusin lagi..
cih.. kenapa harus melulu tau.. dan benar-benar terlihat, itu kan jadi menyakitkan, dan dan.. ah untuk apa pula harus merasa seperti ini, toh siapa saya
-oyasumi. Kamu tidak perlu lagi menunggu apapun. Toh yg ditunggu tidak pernah merasa ditunggu :')
*oke, mungkin ini berlebihan, tapi setidaknya harus dikeluarkan, w.w
kalau udah kaya gini harus pake hastag #akurapopo *pukpuk
Aku tahu kamu pasti masih diam menungguku datang; kumohon tersenyumlah...Lalu beritahu aku suara ayunan yang sudah kau buat untuk menungguku.
Tapi maaf, aku belum membawakan lukisan langit padamu,
lagi-lagi aku hanya membawa cerita-cerita masam tentang dunia yang kita selalu sebut.
Dunia yang bulan dan langitnya masih satu,
Sepertinya aku harus bercerita banyak ketika bertemu kamu,
ya, kita akan bercerita, meski lebih tepatnya kamu cuma mendengarkan...
Sepertinya ada banyak keputusan yang harus dibenarkan dan tidak perlu ditanyakan,
karena seperti ini saja perlahan-lahan memang menyakitkan...
/terimakasih
hari ini aku tak sengaja melihat pagi sedang bertengkar dengan langit. Seketika aku jadi ingat Elektra, segaris cahaya terang yang membuat orang-orang menutup telinga. Rupanya langit dan pagi mempertanyakan matahari. Dan benar saja, ketika segaris cahaya itu akhirnya bergemuruh, sempurna matahari menutup diri. Ia takut dengan pagi, juga rintik yang segera turun.
Selamat pagi,
hari ini aku membacanya lagi. Ucapan yang pernah salah dibaca, yang membuatku ingin melihat langit pagi. Haha, lucu ya. Waktu itu pagi benar-benar punya suara khas burung-burung dan begitu biru, juga menyilaukan.
Selamat pagi,
hari ini seperti biasa, aku melewati jalan yang sama. Sama seperti berharap tidak bertemu hujan ketika bertemu kamu. Mungkin hanya mendung, karena akhirnya ada sedikit kekesalan. Ah ya, aku ini jadi menulis tentang apa ._. Kenapa begitu terjerumus melankoli haha
#tulisan yang terbuang
Satu bulan tidak mengunjungi kostan rasanya seperti balik ke rumah tua dengan debu, dan itulah rutinitas melelahkan ketika harus mulai mengambil kain lap dan mengelap barang-barang berdebu. Tapi kali ini saya malas membersihkan kipas. Saya malah fokus pada tujuan-tujuan saya ditahun 2014 yang semoga ada kemajuan dan nggak sekedar tujuan-tujuan yang ditempel di kamar kostan. Dan revolusi terbesar di tahun ini menurun dari tahun 2013. Apakah ini akhirnya saya memutuskan untuk menghadapi masa depan yang beggitu suram =.= tidak tahu~
Selain itu rutinitas nyuci pun menjadi amat sangat jarang, dan ketika hal semacam itu dilupakan, kamu akan mengalami sindrom akut setelah mengetahui baju-bajumu nggak ada untuk dipakai -_- Satu-satunya jalan hanya pulang kerumah~ KYAAAAA
atau ketika kamu lupa mencuci lantaran malas atau sakit, terus pas nyuci tiba-tiba cuaca gelap, ujan *kaya hari ini* pakaian itu tidak akan kering dan aaaaa kamu ndak tau harus gimana -_-
Satu bulan tidak mengunjungi kostan dan punya banyak barang-barang yang ditinggalkan macam makanan simpanan, kadang berakibat buruk sekali. Ketika kamu lapar, lalu mengingat punya makanan simpanan, pas liat tanggal kadaluarsa~ Oke, dia udah kadaluarsa 3 bulan yang lalu TAT kamu lapar~
2 tahun menempati ruang ini. Tidak ada yang banyak berubah, kecuali kalender yang selalu diganti teman sekamar, atau sendok-garpu yang semakin banyak dan buku-buku yang menumpuk tidak tahu tujuan. Rasanya juga gorden ndak pernah tercuci ya, pengen sih dicuci, tapi masa kita nyuci gorden -_- gilaa aja~
Rasanya nyaman juga, 2 tahun ngekost dan kalau temen kamar gak ada itu rasanya sugoii~ Bisa gelar kasur kapan aja, dapet ide kapan aja, nyanyi-nyanyi kapan aja, dan ngomong sendiri kapan aja /plak
2 tahun menempati ini, jalan menuju kostan dan kampus rasanya menjadi biasa, bahkan bisa cuma 7 menit nyampe kampus *gue juga ga ngerti* dan rasanya berat juga kalau harus pindah kostan, walapun yang punya kadang suka jadi serem dan ndak pernah bisa masak dan makanan yang dimakan akhir-akhir ini cuma itu-itu aja.
2 tahun, dan semenjak ada transportasi serba guna yang semakin diminati orang, saya jadi bisa bolak-balik rumah-kampus dan menelantarkan kamar kostan ini. Kamar kostan terapi sejagat raya *apaan nih* yak yak lihat saja kamar yang lain, tidak ada yang serapih ini dan sekinclong ini *hahaha*
Hoi, pasti ada banyak hal yang bisa diceritakan nanti tentang pengalaman pernah 'ngekost' di kota orang *padahal jarak cuma sejam* dan kuliah di jurusan yang mematikan ini. Sampai sekarang saya masih belum tahu harus kaya gimana TAT sementara semua orang rasanya sudah mulai maju selangkah-demi selangkah. Hari ini pun saya bingung mau ngapain, rasanya buka buku bahasa arab itu berat banget TAT
dan dan ternyata melakukan semua hal itu ndak semudah yang dibayangkan. Apakah saya ini terlalu imajinatif, dan pada akhirnya say ndak bisa membedakan sejauh apa jarak imajinasi dan kenyataan. Ah, kenyataan memang menyakitkan bukan? Rasanya...
Yah, sejatinya, pada akhirnya tekad saya mentok diujung jempol saja. Tidak lebih. Dakwah di jurusan sendiri itu ternyata lebih susah dari yang dibayangkan. Untuk pertama kali ketika saya bersama teman seperjuangan memperbincangkan perubahan. lalu berani mengambil sikap 'ya' ketika diusulkan untuk jadi bendahara. Dan cukup sampai disitu, saya menjadi goyah. Terlebih lagi ketika saya kehilangan, yah istilahnya partner sebagai pendukung dan oke, mulai detik itu saya harus berjuang sendiri. Menikmati keadaaan, suasana, keakraban orang-orang yang terasa asing bahkan berkoar-koar meminta uang.
Untuk langkah-langkah pertama saya jalani apa adanya. Ya, sebagai tanggung jawab amanah. Kedua ketiga, saya memang merasa saya mulai tidak berguna. Haha, mungkin hanya sebagai perantara pemegang uang berlabel 'bendahara'. Jelas saya tidak menekuni amanah ini, menikmati membawa-bawa dompet uang kas, mencatat uang masuk dan keluar. Pada akhirnya banyak momen-momen yang saya tinggalkan. Bahkan saya sama sekali tidak dikenali, padahal saya kenal semua staff bemj loh haha /plak
Memang tidak ada pentingnya, jika seseorang cuma bisa duduk diam ._. dan tidak bersuara. pun ketika menyumbang suara, suara kita tidak dipertimbangkan sama sekali ._.v
Dan, harapan menjadi keluarga baru itu kandas sudah. Dalam kurun waktu satu tahun, saya rasa, saya cuma bertahan hanya setengah tahun saja. Selebihnya, tolong tanyakan saya soal uang yang saya pegang saja ya. Saya sudah gagal. Banyak merepotkan sang Sekretaris masalah SPJ atau merepotkan jurusan karena saya gagal mengambil semua uang yang menjadi jatah acara jurusan. Saya juga ndak ngerti jalan pikiran para staff-staff yang menganggap dirinya itu hebat masuk eksekutif jurusan,, saya ndak ngerti kenapa mereka mudah sekali pegang uang yang bukan miliknya. *okey lupakan
dan biarlah sampai akhirnya turun jabatan *keinginan yang terus ditunggu-tunggu. Kemarin saya memutuskan untuk ndak ikut RAT. itu karena tiba-tiba saya sakit, padahal udah niat pengen dateng, dan tepat sekali, saya sakit setelah sampai dirumah :3 walaupun akhirnya mereka berhasil membawa saya bertemu sang dokter -_-
Yah, semoga ditahun ini dengan amanah-amanah yang akhirnya saya pilih sendiri dan semoga saya tidak menyerah ditengah jalan. Saya bisa mendapat dan membentuk keluarga baru yang benar-benar jadi 'keluarga' Bukan semata-mata jadi tameng sebuah ke harmonisan atau kekompakan yang nampak dimata orang-orang.
Dan, semoga Allah mengampuni segala ketidak-amanah-an saya ini, juga tekad-tekad yang akhirnya gagal membentuk generasi penerus yang lebih baik..
Yah, mungkin sayalah satu-satunya orang yang sampai detik ini tidak menyukai dan otomatis tidak bisa -oke *nangis dipojok kamar*
Saya harus menghadap siapa lagi, saya harus disamping siapa lagi T-T
Ya, harusnya kamu bisa menikmatinya dan tidak menyalahkan keadaan yang tidak pernah berubah.
/ya, saya sedang menganggap biasa saja hari rabu dan ternyata tetap saja berjalan seperti ini.
Oke, saya cape. Tidak ada pekerjaan yang benar-benar selesai semua hari ini. yah, sempurna seperti pertengahan minggu haha..
Oke, saya cape. Rasanya saya harus benar-benar menikmati sakit kepala dan gangguan-gangguan lain seperti ini.
mau post gambar yang tadi berkenaan dengan keadaan hati aja, gagal.. haha
Oyasumi
Kembali ke kampus adalah kembali pada hari-hari yang selalu terburu-buru. Jam-jam yang kemudian memberikan banyak pilihan. Seperti kamu menunggu seseorang yang datang dengan cerita-cerita lucu atau hal-hal yang membahagiakan -tapi dia benar-benar tidak akan pernah datang. Seperti kamu bertemu dengan seseorang yang akhirnya sempurna menahanmu pulang; bercerita -tapi esok dia tidak akan pernah datang lagi.
Kembali ke kampus adalah kembali pada hal-hal yang tidak beraturan dari aturan-aturan yang pernah dibuat. Seperti kamu merencanakan hal-hal menakjubkan di kampus untuk melalukan banyak hal setelah singgah di rumah sementara, tapi kamu terlalu lelah, atau terlalu banyak ide yang tidak bisa kau ungkapkan, dan pada akhirnya kamu membuat rencana itu berlari begitu cepat.
Kembali ke kampus, kembali meninggalkan aturan-aturan jam makan. dan hasilnya mungkin kau akan lihat sendiri. Jam makan yang kembali tidak beraturan, berlari dari jadwal mungkin akan menjadi hal yang begitu menyakitkan untuk orang-orang yang punya gangguan pada pola makannya. Mungkin akan lebih banyak meluangkan waktu menegak pil-pil dan membelok arah sebelum pulang ke apotik dan membeli satu strip obat.
Kembali ke kampus adalah kembali pada kenyataan. Bahwa seseorang tidak pernah akan disamping kita selamanya, dan kita tidak bisa selamanya menanamkan ketidaksukaan seperti kecemburuan, kebencian atau bahkan mencintai?
Yang masih sama, datang dan pergi diam-diam. Datang terlambat dan kadang pergi dengan cepat atau paling terakhir.
Tentang banyak ia bercerita. Tentang banyak pertanyaan yang dilontarkan atau obrolan yang dimulai. Yah, setidaknya saya tahu sekarang kamu sedikit demi sedikit punya banyak kesempatan. *apadeh
Hampir seminggu ada di Jakarta. Untuk minggu pertama kuliah yang ngegaje. Dari hari senin yang normal-normal aja, Selasa yang ngenes karena kejebak 'php' di tol, Rabu yang akhirnya bisa ngerasain kebanjiran di Kampus sendiri, padahal kuliah cuma satu dan pagi hari dan akhirnya kuliah diliburkan. Kamis yang akhirnya kuliah berjalan amat sangat normal dan mulai merasa 'gue kembali di dunia menyeramkan ini' dan akhirnya sampai pada Jumat yang membuat saya berpikir tentang sastra, bertanya-tanya dalam hati dan akhirnya punya alasan dari pertanyaan dan pernyataan tentang Guru.
'Kenapa kadang-kadang saya tidak menyukai guru, saya tidak menyukai profesi guru, dan saya tidak suka dunia ngajar-mengajar' Sesaat pagi tadi saya tidak lagi punya alasan untuk menyukai 'pengajar' ini. Padahal dulu saya begitu takjub mengagumi. Tapi setelah saya mendapat tamparan amat halus, akhirnya saya menyadari ada sedikit rasa tidak suka dan yah.. kadangkala guru itu mengajarkan sesuatu kepada muridnya seenaknya. Memberikan nilai seenaknya. Padahal yang saya pelajari di bangku perkuliahan menjadi seorang guru itu perlu mengerti murid-muridnya. Ah, ini hanya anggapan egois seorang saya kok ._.v
Terlebih ketika dia menyinggung soal 'dunia imajinasi' Seketika saya ingat perkataan ibu saya, adik saya, guru saya dan bahkan akan banyak orang-orang yang menyinggung 'imajinasi'. Seseorang yang cenderung memandang pada satu sisi. Dan sisi itu cenderung kaku, tidak keren dan monoton *kok gue jadi kaya kritikus*
Semua orang punya kadar imajinasi masing-masing, dan harusnya apresiasi Imajinasi itu tidak terbatas. *sotoy
Oke, cukuplah masalah guru mengajar dan imajinasi serta antek-antek yang bisa menimbulkan perpecahan. Padahal saya ini cuma orang biasa yang kadang menulis dan beranggapan dengan kesoktahuannya pada sebuah masalah. Bukan, semua yang saya katakan bukan berarti benar dan pasti amat salah banget *makanya saya nulis disini*
Ada suatu sore yang pada akhirnya membuka obrolan dengan seorang teman. Ya, duduk di tempat yang sudah lama tidak disinggahi, menikmati keadaan kampus yang perlahan-lahan lenggang. Menyadari banyak hal dan mungkin bisa menguatkan diri untuk bertahan pada posisi seperti ini. Saya tahu saya sudah terlalu banyak mengabaikan sesuatu. Sesuatu yang pertama kali saya tidak menyadari sebagai pagar pembatas, sesuatu yang pada akhirnya membuat anggapan bahwa saya begitu hidup dengan aturan orang lain. Bukan aturan yang saya pegang sendiri dan jauh dari keinginan saya.
dan mungkin suatu saat yang berbeda, dengan keadaan yang berbeda, kita masih bisa punya waktu luang untuk saling memahami dan mengerti, pun mencari jawaban-jawaban yang kita sendiri bertanya-tanya. Mengungkapkan isi hati tentang orang-orang sekitar atau tentang diri kita masing-masing.
... Meskipun rasanya masih ada satu dinding pembatas yang tidak bisa saya tembus. Setidaknya kalian bisa lebih daripada saya, setidaknya kalian lebih hebat untuk menghadapi hidup seperti ini. Mungkin saya akan mencobanya perlahan-lahan, membuang banyak rasa takut. Ya, sejak awal mulai kehidupan ini saya sudah mencobanya perlahan-lahan. Membuat senyaman mungkin hidup, belajar menyugesti diri setelah saya sadar, saya pernah tersugesti begitu hebat *sampe naek panggung*, belajar memahami orang lain, memberi pendapat, mengungkapkan perasaan hati. Ah ya begitu sebagai layaknya manusia normal.
Hey, bolehkan saya terus bercerita? ah, rasanya ingin juga bercerita seperti seorang yang banyak omong. Haha
^
pada akhirnya tulisan blog sama judul gak nyambung dan gak fokus sama sekali ._.
Cinta itu adalah
Ketika kita selalu mengingat
seseorang,
tapi seseorang itu sama sekali
tidak mengingat kita
Kita tetap selalu yakin atas cinta
kita
Cinta itu adalah
Ketika kita selalu menjadi yang
pertama peduli
selalu menjadi orang terakhir yang
menyerah
Meski seseorang tersebut tidak
tahu
Kita tetap selalu yakin atas cinta
kita
Tidak berkurang walau sejengkal
Cinta itu adalah
ketika kita mengorbankan apapun
milik kita
Tanpa berharap seseorang akan
membalasnya
Kita tetap bersedia melakukannya
Tidak berkurang rasa cintanya
Cinta itu adalah
Ketika kita selalu lirih menyebut
namanya dalam doa
Meski seseorang itu sedang tidur,
jauh, bahkan tidak menyadarinya
Kita tetap berharap yang terbaik
Tidak berkurang keyakinan kita
Itulah cinta yang sejati
Tidak perlu jauh-jauh mencarinya
Cinta seperti ini ada pada Ibu kita
Baca ulang sajak ini dari awal,
sambil membayangkan Ibu-Bapak
kita
semoga paham hakikat cinta yang
baik.
*Tere Liye
/sebenernya ini juga cinta orang-orang yang mencintai seseorang yg lain karena Allah loh...
yah, seperti cinta ibu kepada ayah dan sebaliknya *eh
Meski kebanyakan perempuan yang berkata 'tidak' artinya bisa jadi 'tidak baik-baik saja' atau kebalikannya ingin mengatakan 'ya, kamu benar'
Tapi setiap perempuan mungkin punya alasan-alasan ketika ia berkata demikian; ingin dimengerti atau mereka tidak punya alasan untuk dilontarkan dari jawaban 'tidak'
Yah, seenggaknya 'tidak' itu bisa jadi pemutus pembahasan. haha
#random
sepertinya saya harus membuang rasa kekanak-kanakan dan lebih tahu diri siapa saya dan err.. saya harus harus.. harusnya ndak usah ada disana >w< *hueeee /nangis dipojokan
sepetak ruang
bercerita lewat aroma minyak cat
ada warna-warna tersusun acak
setelah hujan menimbunnya dan tak mau membuat celah terang
berpendar dan tirai tidak lagi pernah terbuka
ada sepasang mata memandang sekitar;
bertatap kosong sambil memanggil tetesan hujan
ia tergenang dalam biru
yang ditenggelamkan kuasnya
lalu kuas-kuas ramai bertanya
kenapa si pelukis tergenang oleh hujan
sedang di pojok ruang ada payung yang siap mengantar hujan turun perlahan
lalu kanvas-kanvas baru menyeru
ingin bertemu warna-warna pelangi dan matahari
sedang si pelukis tengah sibuk,
pada cerita-cerita yang menyeret tangannya begitu cepat
ia cuma butuh satu warna, hitam
#Jakarta-Bogor, 28 Januari 2013
14:51
Puisi gagal buat challenge
Pergilah..
Yang jauh..
Jangan kembali...
taraaa~ pengennya sih bikin satu gambar yang selesai dalam waktu sehari. Tapi yah, apa daya ide dan waktu dan mood itu tidak bisa diajak kompromi. Apalagi kalau dirumah itu gak ada waktu atau tiba-tiba malas pengen tidur atau kerjaannya suruh masak di dapur mulu T-T
ini artwork yang dari kemaren2 saya pikirin. dan tiba-tiba saya ingat saya belum posting lagi minggu ini. Ah, ini kerjaan sama sekali gak kehandle dengan baik. Kudunya kan apdet 1 hari sekali -_-
Jadilah kerjain ini dengan ide yang tiba-tiba tring~ dan bikin langsung di Lappy. Tadinya mau gambar dulu, tapi rasanya bakalan lama deh, apalagi kalau gambarnya jadi putus asa, depresi. gak jadi deh~
Paling susah bikin muka. Soalnya saya bikin dari tangan dulu muehehe *cara sotoy. Liat aja itu sebenernya lehernya kepanjangan -__-" dan mata itu melalui banyak revisi, apalagi muka yang kenapah itu kek kotak?!
Oke. Saya sudahi saja. Kayanya kamu juga sudah lelah /pukpukpuk
lalu aku teringat esok dan esok. Rupanya rasanya seperti ini, harus kembali lagi pada rutinitas yang menjadi kebiasaan.
Kamu harus pulang, dan sesekali menyapa senja diatas jembatan atau dibalik kaca mobil. Kamu harus pulang, membenahi kesalahan-kesalahan dan mulai menyusunnya di pojok kamar singgahmu.
Kamu harus pulang, meski rasanya sudah banyak yang terjadi. Sudah banyak kertas yang habis dicoreti, sudah banyak sekali jejak-jejak kakimu yang lelah pergi dan kembali.
Kamu harus pulang. Tidak ada tempat nyaman, duduk sambil menonton film dan menyantap makan siang. Tidak ada tempat nyaman berjam-jam untuk kau habiskan dengan warna-warna. dan tidak ada waktu yang lama untuk membuatmu kembali seperti dahulu.
Kamu harus pulang, setidaknya membuang sedikit demi sedikit rasa takut untuk sekedar memberikan senyum, mengobrol, mendengarkan dan melihatnya.
Kamu harus pulang. Meski semuanya tidak lagi sama. Tidak akan sama dan pasti berubah, karena waktu menginginkannya begitu. Mungkin nanti ada sedikit obrolan di tengah sore; yang senja masih menyembunyikan apakah bulan datang atau pekat di langit.
Kamu harus pulang,
/hey, saya takut. Selalu mengatasi ini sendirian. terlebih sekarang ...