Pernah suatu malam, yang tanpa cerita, tanpa senja bilang siapa penggantinya, kita tak sengaja bertemu. Dalam balutan angin seraya berbisik : sapalah.
Lalu aku memandangmu lamat-lamat. Menyapukan pandangan sampai batas senyumku. Ini terlalu indah kita nikmati berdua.
Kamu menyahut berbarengan dengan pertanyaan: Kenapa tidak kau bawa satu lensa lagi?
Aku tersayat-sayat sampai harus tersenyum begitu getir.
Mauku juga begitu, kubawa dengan segenap perasaan yang tidak pernah bisa kuungkapkan, biar kamu tersenyum dan memperlihatkan hamparan yang begitu luas. Tapi, aku sudah sering bilang, kalau dia terus merasa lebih terang dari kerlap-kerlip diatas sana. Dia tidak pernah datang, pun bersamaku..
Dan pada akhirnya, kamu ikut tersenyum sambil mengelus kepalaku. Setidaknya kita sering ingin bersapa bukan? Dan kamu akan tetap ada di musim-musim cerah semacam ini. Angin ikut memelukku, mungkin aku akan memutuskan untuk jatuh cinta pada hamparan ini, juga angin yang akan membuatku beku
:untuk langit yang selalu mendengarkan cerita
Lalu aku memandangmu lamat-lamat. Menyapukan pandangan sampai batas senyumku. Ini terlalu indah kita nikmati berdua.
Kamu menyahut berbarengan dengan pertanyaan: Kenapa tidak kau bawa satu lensa lagi?
Aku tersayat-sayat sampai harus tersenyum begitu getir.
Mauku juga begitu, kubawa dengan segenap perasaan yang tidak pernah bisa kuungkapkan, biar kamu tersenyum dan memperlihatkan hamparan yang begitu luas. Tapi, aku sudah sering bilang, kalau dia terus merasa lebih terang dari kerlap-kerlip diatas sana. Dia tidak pernah datang, pun bersamaku..
Dan pada akhirnya, kamu ikut tersenyum sambil mengelus kepalaku. Setidaknya kita sering ingin bersapa bukan? Dan kamu akan tetap ada di musim-musim cerah semacam ini. Angin ikut memelukku, mungkin aku akan memutuskan untuk jatuh cinta pada hamparan ini, juga angin yang akan membuatku beku
:untuk langit yang selalu mendengarkan cerita