Setiap Pagi; Ayah

By Nayla Nuha - April 23, 2014

Selamat pagi, ini kesekian kalinya saya menikmati perjalanan pagi hari. Masih gelap, masih punya cerita yang diawali jingga diufuk timur.
Sungguh pemandangan langit yang selalu menakjubkan, goresan merah muda, kuning, jingga dan biru. Melebur satu menjadi segaris warna yang sempurna.

Pagi pun selalu meninggalkan jejak malam. Bulatan rembulan atau kerlip bintang terakhir. Lalu, mereka sering membuatku tersenyum takjub, duduk dibelakang seorang laki-laki wibawa penuh kasih sayang.

Setiap pagi, yang sekarang masih setia menemani bangun dini hari, dan berlari menuju masjid. Rutinitas yang sekarang menjadi sangat luar biasa, ketimbang ketika ia lelah, ia ketinggalan shalat jamaah di masjid.

Lalu, ia menunggu waktu ketika saya lama berkutat depan cermin. Menyalakan mesin dan dalam diamnya mulai terburu-buru menuju tempat menunggu.
Ada kekhawatiran yang menggelayut di benaknya, persis seperti nenekku yang slalu menunjukkan kekhawatiran pada cucu-cucunya.

Kemudian laki-laki itu menikmati perpisahan, suatu kehormatan anak pada ayahnya. Tak pernah tak bertanya, perihal menunggu bersama-sama atau uang saku yang cukup.

Ia diam ditempatnya, menatap jauh putrinya. Ia ingin melihat putrinya pergi dengan selamat. Tidak mengeluh ataupun kecewa pada jam tunggu, mengamatinya dari kejauhan... Laki-laki setia, pada pagi yang masih buta.

/perjalanan suatu pagi, 2014

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar