Cetak Biru LETTO
Yogyakarta memang merupakan kota dengan atmosfer yang sangat mendukung untuk berjalannya proses kreativitas, terutama di bidang seni. Terbukti beberapa band yang populer di kancah nasional saat ini merupakan hasil "didikan" kota itu. Sebut saja, Sheila on 7, Jikustik, Seventeen, The Rain, Shaggy Dog, Hello, dan juga Letto.
Mereka merupakan "anak-anak" Yogyakarta yang dianggap bisa menaklukkan telinga banyak pecinta musik Tanah Air. Letto, misalnya, menurut perusahaan rekaman yang menaungi mereka, mencetak angka penjualan album terbaru mereka, Lethologica, hingga menembus angka 50.000 keping dalam waktu beberapa hari saja sejak album itu dirilis.
Lethologica merupakan album ketiga Letto--Noe (vokal), Pathub (gitar), Arian (bas), dan Dedy (drum). Sajian mereka terdengar matang. Bisa dibilang, mereka telah menancapkan cetak biru musik mereka, sehingga orang-orang mengenali bahwa suguhan mereka, dari musik hingga setting sound yang terdengar, identik dengan Letto. Pop yang beraroma rock, folk, jazz, dan sesekali diberi bumbu etnik, dengan barisan lirik yang filosofis dan sarat makna, terkadang menyentuh wilayah religius dengan pekat.
Daya magis album ini bertambah dengan campur tangan duo produser musik bertangan dingin yang juga sukses turut mengorbitkan Peterpan, Nidji serta d'Masiv: Noey dan Capung "Java Jive".
Single pertama mereka, Lubang di Hati, merupakan tipikal lagu pertanyaan yang biasa ditanyakan oleh hampir semua manusia. Tentang pencarian manusia akan sesuatu yang dapat melengkapi hati mereka, itu bisa cinta, itu bisa cita-cita, itu bisa seseorang, ujar penggalan liriknya. Aransemen musiknya dibuat dengan sangat membumi, cocok dipasang oleh anak-anak gunung yang sedang berusaha menaklukkan puncak gunung.
Setelah Lubang di Hati, yang dipasang di track pertama, Lagu Senyumanmu menyusul dengan anggunnya di track kedua. Lagu ini terdengar sangat Yogyakarta. Sebab, Sheila on 7 dan Jikustik juga sangat mungkin membuat lagu dengan pola serupa lagu ini. Lagi-lagi gaya aransemen yang membumi dan mengalir menjadi andalan Letto. Jika lagu ini dipasang sebagai single kedua dan menjadi hit besar, sangat mungkin para pengamen yang berusaha mengais rezeki di jalanan akan memasukkan lagu ini ke dalam daftar lagu mereka.
Hit besar mereka, Ruang Rindu, yang ada dalam album pertama, agaknya menginspirasi mereka untuk membuat lagu dengan model serupa, Kepada Hati Itu. Lagu ini sangat berpotensi menjadi hit karena melodi dan lirik macam inilah yang menjadikan Letto band Indonesia yang layak diperhitungkan.
Ku Tak Percaya, yang ada di track ketujuh, juga patut diperhitungkan untuk menjadi single berikutnya. Lagu ini akan terdengar menonjol jika diputar di radio dan cepat melekat di kepala. Lagu ini merefleksikan kekecewaan seseorang kepada orang yang mereka cinta dan sedikit membawa emosi kemarahan.
Letto berusaha menjelma menjadi Dewa Budjana atau Tohpati ketika memainkan nomor instrumental Lethologica. Di sini tertangkap kematangan musikalitas para personel Letto. Komposisi, melodi serta aransemen yang rumit mereka perlihatkan di sini. Tak hanya itu, mereka juga menghiasi lagu ini dengan bebunyian alat musik etnik. Mungkin ini merupakan lagu paling keras dalam album Lethologica, karena anda tak akan menemukan lagu yang bertempo lebih cepat dan lebih distorsif ketimbang lagu ini.
Dua belas lagu yang terserak dalam album terbaru Letto ini memiliki kekuatan tersendiri. Letto sengaja meletakkan nyawa dan rasa yang berbeda-beda pada setiap lagu. Ini bukan merupakan album yang memiliki benang merah antarlagu. Setiap lagu memiliki kesan, makna, serta nyawa tersendiri. (Adhika Prasetya/Kompas TV)
0 komentar