Kakak,

By Nayla Nuha - Mei 03, 2015

Senang aja, kalau lagi jalan-jalan keluar rumah,
lihat keluarga muda yang mengajak anak yang masih kecilnya jalan-jalan. Entah itu di angkutan umum, taman kota, mall atau tempat wisata.

Senang aja, lihat anak laki-laki yang akrab dengan ibunya, bertanya ini-itu sambil sedikit bergurau tertawa renyah bersama ibunya. Lalu saya langsung mikir : 'Wah jadi ibu nanti, jangan sampai gak punya rasa humor dan rasa sabar,'

Senang aja, lihat anak perempuan yang akrab sama Ayahnya. Diajak main apapun, lari-larian, gendong, bercandaan sendiri, atau setia dipangku Ayahnya sambil sesekali diajak main. Lalu saya langsung mikir : 'Seorang Ayah berarti harus lebih punya rasa humor dan punya rasa sayang yang berbeda dari sang Ibu'

Eh. ko ngaco haha.

Gini,
kemarin, saya sedang berbelanja di salah satu Supermarket 'ternama' lantaran harus membeli ikan segar yang cuma adanya emang disitu doang. Bukan mau bakar ikan, tapi Ikan yang sekarang dikonsumsi keluarga dengan direbus. Hanya direbus. Untuk mendapatkan minyak ikan dan tidak berkolesterol juga sehat.

Kemudian, selalu terlintaslah pikiran yang barusan. Entah kenapa senang aja.
Kalau di Mall gini, waktu yang tepat juga buat memburu bocah-bocah lucu. Entah juga lucu aja ngeliat tingkah laku bocah-bocah. Dari yang masih digendong orangtuanya, jalannya masih harus dituntun atau yang sudah bisa mendorong trolly.

Dari berbagai banyak macam anak kecil, saya malah tertuju dengan banyaknya pasangan adik-kakak. Yang kakaknya laki-laki jagain adik yang perempuan. Atau kakak-beradik laki-laki ini asyik tendang-tendangan sambil keketawaan yang pasti akhirnya diakhiri oleh pertengkaran ala anak kecil yang salah satunya nangis. Atau dua kakak-beradik perempuan yanga adiknya selalu ngikutin kakaknya kemanapun.

Saya jadi ingat adik di Bandung, dan di rumah.
Kami berbeda hanya 2 tahun. Cukup lama buat menghabiskan waktu bersama hanya berdua.

Sejatinya, kakak itu harus lebih hebat daripada adiknya.
Ia harus lebih berani bertindak sebelum adiknya
Ia harus lebih kuat untuk melindungi adiknya
Ia harus lebih peka ketika adiknya bersedih
Ia harus lebih dulu mengalah untuk adiknya
:'')

dan ketika saya tengah turun eskalator menyaksikan dua adik-kakak yang sepertinya bedanya tidak jauh dengan jarak saya dan adik saya, sang Adik begitu menyayangi sang kakak yang sedang sombong karena ia berani jauh-jauh naik eskalator di belakang sendirian. Ah, sang kakak memang harus lebih berani dan hebat ya dari sang Adik :''

Sayangnya, saya baru menyadari sesuatu. Saya adalah kakak. Anak tertua, dan sudah se-tua ini, tapi seperti bukan berperan jadi seorang kakak. Saya tidak lebih berani dari adik saya. Saya tidak berani menyapa orang terlebih dahulu, saya dulu tidak pernah berani berinteraksi meski hanya pergi ke warung dekat rumah, saya tidak lebih pintar dan lebih bagus sekolahnya, saya pun tidak lebih tinggi dari adik saya.

Ah, rasanya seperti baru kemarin, kami masih merasa kakak beradik. Menghabiskan waktu berdua di teras rumah, di malam itu, kami bermain tebak-tebak lagu dengan gaya, atau sama-sama mendengarkan saluran radio yang penuh dengan lagu-lagu alay, bermain bersama di tempat wisata, memakai baju yang sama seperti anak kembar.

Bahkan tanggal lahir kami hampir bersamaan. Di Bulan yang sama, dan hari yang berurutan.

Hei, maafkan kakak ya dik,
Belum bisa jadi kakak yang lebih hebat seperti kakak-kakak yang lain, yang sering jadi panutan di luar sana,

Hei, maafkan kakak ya adik-adik,
yang sering menyebarkan virus-virus ketidaknormalan ini,
dan belum bisa menghasilkan apa-apa

:')

Hey, para kakak. 
Kalian orang-orang hebat, selamat melindungi adik-adik kalian :")

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar