Tentang sore,
Hey,
Senja.. maukah kamu dengar bisikkanku
Mungkin kamu akan mendengar lirih diawalnya dan isakan diakhirnya.
Masalahku tidak jauh berbeda. Bahkan bisa dibilang sama. Sama persis.
Hanya saja bedanya aku lebih memilih takut akan apa yang terjadi ketika aku memutuskan untuk berhenti menjalaninya.
Aku lebih takutkan lebih mengecewakan semua harapan orang-orang. Karena sepanjang hidupku ini, aku tidak pernah membuat bangga satu orang pun. Orang-orang yang menyayangiku. Ibu, abi, adik-adik, guru-guru dan siapapun yang sudi menjadi temanku.
Mungkin yang lain akan bahagia bertukar kabar dengan kawan-kawan lama, saling bercerita tentang mimpi-mimpi mereka yang terwujud. Sedangkan aku, yang bertanya dan ditanya saja tidak ada.
Aku lebih takut semakin membuat mereka menunggu. Mendesah tidak sabar atau malah diam membiarkanku hidup semauku. Padahal mereka benar-benar menyayangiku. Yang lebih menyedihkan itu tidak dipedulikan oleh siapa-siapa lagi kan?
Aku lebih takut harus mengulang hal yang sama berulang-ulang. Terlebih lagi lingkungan yang memaksaku untuk berpura-pura ingin akrab dengan orang-orang baru.
Aku lebih takut kehilangan kenangan-kenangan yang aku tertinggal jauh di belakang.
Aku lebih takut akan menyesal yang selalu datangnya memang diakhir. Lebih tepatnya aku ingin mengakhiri sesuatunya dengan indah. Sederhana kan? Sesederhana aku ingin menangis dengan biasa saja -tapi selalu tidak bisa-
Karenanya, aku harus memutuskan untuk tidak mengombang-ambingkan diri. Mencoba dengan tertatih-tatih melawannya. Mencoba untuk memutuskan satu sisi.
Lalu siapa yang bilang itu mudah saja?
Tidak. Berulang kali aku dihantam keterputusasaan.
kadang aku merasa aku menyalahkan doa-doa yang tidak dikabulkan. Cuma merasa, tapi setelah itu ada yang menyuruhku untuk terus berprasangka baik.
ketika aku berdoa yang menurutku tidak dikabulkan, ada hal-hal kecil yang membuatku harus bersyukur. Belum saatnya, Allah masih ingin aku berdoa terus menerus. Ada doa yang diucapkan untuk seseorang, terus menerus, yang kadang membuat merasa tidak pernah terkabulkan. Tapi ada hal kecil yang sering terlupa. aku masih bisa berbicara padanya, meski ketika bertemu akan takut untuk membicarakan ini.
Ya, aku cuma takut tidak bisa berbuat banyak. Sebagai seorang kerdil tidak ada yang bisa diberikan kecuali mencoba menghadapinya. Meski sulit. Meski sering sekali menginginkan ada yang bisa dibebani tangisan yang cengeng ini.
Semua tahu, ini tidak mudah
Begitu berat, amat berat,
Tapi mencoba percaya pada satu-satuNya yang mengatur kehidupan akan membuat kita lapang menerima. Menerima dan berusaha ...
0 komentar