Sebuah Titik.

By Nayla Nuha - Desember 10, 2014

Saya ingin tidak peduli apapun yang kadangkala kamu bicarakan dalam selipan jeda yang menyisakan ruang duduk berdampingan untuk kita.

Pada intinya, di dalamnya kamu menyelipkan pesan yang pelan-pelan ingin kamu beritahukan. Sangat pelan. Biar tidak menyakitkan. 

Tapi, rasanya saya juga sudah tidak peduli dengan rasa sakit itu. Rasanya seperti terangkat dari ruang gantung yang sudah menjadi kering. Karena saya memilih mencuci dan menggantungkan sendiri. Mungkin... 

Seperti menunggu hari. Tidak tahu alasan kenapa saya selalu betah di ruang tunggu yang pintunya tidak pernah mau terbuka lebar atau tertutup rapat. Ia bergoyang-goyang. Seperti tertiup angin yang statis.
Ternyata, saya begitu membenci perpisahan. Melihat punggungmu yang tengah berjalan cepat saja rasanya sudah cukup. 

Saya tidak pernah mau mengucap selamat tinggal dan menitikan air mata. Saya selalu pergi, pergi diawalnya. Atau bersikap dingin; dan tentu tidak menawarkan pelukan perpisahan. 

Untuk jarak yang akan menjadi jauh, saya perlu menatap langit yang tiada batasnya. Biar dunia bisa melihat ada seseorang disini yang sedang menyenangkan dirinya dalam cerita-cerita yang dipendam sendiri. 

Sedang mencoba menambal lalu menyisakan ruang yang mungkin masih punya rasa sakit.

Saya ingin tidak peduli
Saya ingin tidak membuat orang-orang memikirkan bagaimana agar saya menjauh...
Saya ingin tidak menangis kala sedih mengetuk-ngetuk pintu air mata.
Kenapa harus ada keinginan untuk dipedulikan? ....

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar